Baek Hyun mengambil jeruknya yang terjatuh. Namun tiba-tiba sebuah taksi lewat dan melindas jeruk-jeruknya. Ia tidak sadar bahwa yang menaiki taksi itu adalah neneknya. Agar Baek Hyun tidak cemas, maka neneknya menolak untuk bertemu dengan Baek Hyun.
“Baek Hyun, kau harus mengerjakan ujian dengan baik.” pikir Nenek seraya menatap Baek Hyun dari jendela belakang mobil.
“Baek Hyun, kau harus mengerjakan ujian dengan baik.” pikir Nenek seraya menatap Baek Hyun dari jendela belakang mobil.
Nenek menelepon Baek Hyun dan berkata bahwa ia tidak bisa pulang malam ini. Nenek berbohong bahwa ia pergi untuk membantu temannya membuat kue beras.
“Baek Hyun, Nenek sangat menyayangimu.” kata Nenek, kemudian menutup telepon.
Seok Ho curiga ada sesuatu yang terjadi pada Nenek Baek Hyun.
“Baek Hyun, Nenek sangat menyayangimu.” kata Nenek, kemudian menutup telepon.
Seok Ho curiga ada sesuatu yang terjadi pada Nenek Baek Hyun.
Malam itu Pul Ip tidur. Karena MP3nya rusak, maka Pul Ip membayangkan suara ibunya bernyanyi.
“Malam ini adalah malam biasa.” gumam Pul Ip pada dirinya sendiri. “Bersikaplah dengan normal.”
Pul Ip membayangkan ibunya bernyanyi di luar. Suara itu terdengar begitu nyata dan jelas. Pul Ip tertidur. Tanpa ia ketahui, saat itu ibunya memang sedang berada di luar dan menyanyi untuknya.
“Pul Ip.” ujar ibunya pelan. “Kerjakan ujian dengan baik.”
Pul Ip terbangun saat subuh dan hari masih gelap. Makanan sudah tersedia di meja.
“Ibu…” ujar Pul Ip pelan. “Ibu!” panggil Pul Ip. Tapi ibunya tidak ada di manapun.
Pul Ip duduk, menghadapi meja yang penuh makanan. “Ibu, aku akan makan dengan baik dan mengerjakan ujian dengan baik.”
“Malam ini adalah malam biasa.” gumam Pul Ip pada dirinya sendiri. “Bersikaplah dengan normal.”
Pul Ip membayangkan ibunya bernyanyi di luar. Suara itu terdengar begitu nyata dan jelas. Pul Ip tertidur. Tanpa ia ketahui, saat itu ibunya memang sedang berada di luar dan menyanyi untuknya.
“Pul Ip.” ujar ibunya pelan. “Kerjakan ujian dengan baik.”
Pul Ip terbangun saat subuh dan hari masih gelap. Makanan sudah tersedia di meja.
“Ibu…” ujar Pul Ip pelan. “Ibu!” panggil Pul Ip. Tapi ibunya tidak ada di manapun.
Pul Ip duduk, menghadapi meja yang penuh makanan. “Ibu, aku akan makan dengan baik dan mengerjakan ujian dengan baik.”
Chan Doo keluar dari kamarnya saat subuh. Ia melihat ayahnya sedang berdiri, melihat ke luar jendela.
“Kenapa kau bangun sangat pagi?” tanya ayahnya.
“Tubuhku bangun secara otomatis.” jawab Chan Doo.
“Tenanglah.” kata ayahnya menenangkan.
“Kenapa kau bangun sangat pagi?” tanya ayahnya.
“Tubuhku bangun secara otomatis.” jawab Chan Doo.
“Tenanglah.” kata ayahnya menenangkan.
Di rumah Baek Hyun, Seok Ho menyiapkan makanan untuk Baek Hyun.
Hyun Jung berangkat ujian bersama Soo Jung.
Orang tua Bong Goo mengantar anaknya sampai di pinggir jalan.
“AKU PASTI AKAN MENGERJAKAN UJIAN DENGAN BAIK!” kata Bong Goo yakin. “Kali ini, aku tidak akan mundur dan menyerah.”
Bong Goo berjalan ke tempat ujian dengan percaya diri. Di tengah jalan, ia menemukan seekor anjing yang sedang sakit. Secara naluriah, Bong Goo menolong anjing itu dan mencari dokter hewan. Namun karena saat itu masih terlalu pagi, maka semua tempat masih tutup. Bong Goo menggedor-gedor pintu.
“AKU PASTI AKAN MENGERJAKAN UJIAN DENGAN BAIK!” kata Bong Goo yakin. “Kali ini, aku tidak akan mundur dan menyerah.”
Bong Goo berjalan ke tempat ujian dengan percaya diri. Di tengah jalan, ia menemukan seekor anjing yang sedang sakit. Secara naluriah, Bong Goo menolong anjing itu dan mencari dokter hewan. Namun karena saat itu masih terlalu pagi, maka semua tempat masih tutup. Bong Goo menggedor-gedor pintu.
Anak-anak berkumpul.
Pul Ip sakit perut, namun Soo Jung menguatkannya.
Keempat anak sudah berada di tempat ujian, tinggal Bong Goo saja yang belum datang.
Seok Ho menyalami Baek Hyun, Pul Ip, Hyun Jung dan Chan Doo. Mereka berempat masuk ke dalam, sementara Soo Jung dan Seok Ho menunggu Bong Goo.
Pul Ip sakit perut, namun Soo Jung menguatkannya.
Keempat anak sudah berada di tempat ujian, tinggal Bong Goo saja yang belum datang.
Seok Ho menyalami Baek Hyun, Pul Ip, Hyun Jung dan Chan Doo. Mereka berempat masuk ke dalam, sementara Soo Jung dan Seok Ho menunggu Bong Goo.
Di pihak lain, Bong Goo sedang berada di dokter hewan. Ia melihat jam. Sudah jam 7.45.
Ia berlari. Kebetulan Ma Ri lewat dengan menggunakan sepeda motor. Ia mengajak Bong Goo naik dan mengantarnya ke tempat ujian.
Ia berlari. Kebetulan Ma Ri lewat dengan menggunakan sepeda motor. Ia mengajak Bong Goo naik dan mengantarnya ke tempat ujian.
Soal ujian dibagikan.
Ujian pertama adalah ujian Bahasa Korea. Anak-anak berusaha mengerjakan dan mengingat-ingat ajaran Guru Lee.
Ujian kedua adalah Ilmu Pengetahuan.
Ujian pertama adalah ujian Bahasa Korea. Anak-anak berusaha mengerjakan dan mengingat-ingat ajaran Guru Lee.
Ujian kedua adalah Ilmu Pengetahuan.
Seok Ho mencari-cari Nenek Baek Hyun. Ia mendatangi teman Nenek yang biasa membuat kue beras, namun temannya itu mengatakan bahwa Nenek tidak datang ke tempatnya.
Setelah itu, Seok Ho datang ke rumah sakit. Penjaga rumah sakit mengatakan bahwa Nenek terkena penyakit gastritis dan sering datang ke rumah sakit itu.
“Kapan terakhir kali ia membuat janji berobat?” tanya Seok Ho.
“Kurasa 2 bulan yang lalu.”
Tiba-tiba, Seok Ho mendapat telepon di ponselnya.
“Nenek menyuruhku menghubungi nomor ini.” kata orang di saluran seberang.
“Apa?!” teriak Seok Ho terkejut.
Setelah itu, Seok Ho datang ke rumah sakit. Penjaga rumah sakit mengatakan bahwa Nenek terkena penyakit gastritis dan sering datang ke rumah sakit itu.
“Kapan terakhir kali ia membuat janji berobat?” tanya Seok Ho.
“Kurasa 2 bulan yang lalu.”
Tiba-tiba, Seok Ho mendapat telepon di ponselnya.
“Nenek menyuruhku menghubungi nomor ini.” kata orang di saluran seberang.
“Apa?!” teriak Seok Ho terkejut.
Ujian ketiga adalah Matematika.
Anak-anak membaca soal dan mencoba mengingat-ingat ajaran Guru Cha. Mereka panik karena waktu sangat sempit, namun mereka mencoba untuk menenangkan diri.
Anak-anak membaca soal dan mencoba mengingat-ingat ajaran Guru Cha. Mereka panik karena waktu sangat sempit, namun mereka mencoba untuk menenangkan diri.
Seok Ho mendapat telepon dari seseorang yang menemukan Nenek pingsan di sebuah hotel.
Seok Ho bergegas menjenguk Nenek.
“Nenek, kenapa kau pergi dalam keadaan sakit seperti ini?” tanya Seok Ho.
“Jika aku tidak pergi, Baek Hyun tidak akan mau berangkat ujian.” jawab Nenek. “Aku kenal cucuku. Jika ia tahu mengenai penyakitku, maka ia tidak akan mau meninggalkan aku. Guru, apapun yang terjadi padaku…”
Seok Ho panik. “Dokter! Dokter!”
“Baek Hyun… sampai ujiannya selesai.. tolong jangan katakan apapun. Guru.. aku mohon padamu…” Nenek Baek Hyun sekarat. Para perawat dan dokter memberi oksigen padanya.
Nenek meminta Seok Ho berjanji agar tidak memberi tahu Baek Hyun dan Seok Ho terpaksa berjanji.
Seok Ho bicara pada dokter mengenai kemungkinan Nenek dioperasi. Namun dokter mengatakan bahwa akan ada kemungkinan Nenek meninggal saat operasi karena umurnya yang sudah tua. Seok Ho benar-benar sedih dan bingung.
Dokter meminta keputusan dengan cepat. Akankah Nenek dioperasi atau tidak.
Seok Ho menarik napas dalam-dalam. Dilain sisi, ia ingin memberi tahu Baek Hyun, namun disisi lain ia sudah berjanji pada Nenek.
Akhirnya Seok Ho membuat keputusan, “Tolong operasi dia.”
Seok Ho menghubungi Soo Jung dan Ma Ri. Mereka berdua bergegas datang ke rumah sakit.
Seok Ho bergegas menjenguk Nenek.
“Nenek, kenapa kau pergi dalam keadaan sakit seperti ini?” tanya Seok Ho.
“Jika aku tidak pergi, Baek Hyun tidak akan mau berangkat ujian.” jawab Nenek. “Aku kenal cucuku. Jika ia tahu mengenai penyakitku, maka ia tidak akan mau meninggalkan aku. Guru, apapun yang terjadi padaku…”
Seok Ho panik. “Dokter! Dokter!”
“Baek Hyun… sampai ujiannya selesai.. tolong jangan katakan apapun. Guru.. aku mohon padamu…” Nenek Baek Hyun sekarat. Para perawat dan dokter memberi oksigen padanya.
Nenek meminta Seok Ho berjanji agar tidak memberi tahu Baek Hyun dan Seok Ho terpaksa berjanji.
Seok Ho bicara pada dokter mengenai kemungkinan Nenek dioperasi. Namun dokter mengatakan bahwa akan ada kemungkinan Nenek meninggal saat operasi karena umurnya yang sudah tua. Seok Ho benar-benar sedih dan bingung.
Dokter meminta keputusan dengan cepat. Akankah Nenek dioperasi atau tidak.
Seok Ho menarik napas dalam-dalam. Dilain sisi, ia ingin memberi tahu Baek Hyun, namun disisi lain ia sudah berjanji pada Nenek.
Akhirnya Seok Ho membuat keputusan, “Tolong operasi dia.”
Seok Ho menghubungi Soo Jung dan Ma Ri. Mereka berdua bergegas datang ke rumah sakit.
Ujian keempat adalah Bahasa Inggris. Sama seperti pelajaran-pelajaran sebelumnya. Ajaran Anthony terngiang-ngiang di kepala mereka.
Saat hari gelap, ujian mereka selesai.
Soo Jung menemui mereka.
“Baek Hyun…” ujar Soo Jung.
Baek Hyun bergegas lari ke rumah sakit. “Apakah Nenek masih di ruang operasi?” tanyanya pada Ma Ri.
“Sepertinya sudah selesai.” jawab Ma Ri.
Beberapa saat kemudian dokter keluar. “Operasi berjalan lancar.” katanya. “Tapi karena penyakitnya sudah terlalu parah…”
“Apa? Lalu?” Baek Hyun menangis dan ketakutan.
“Tunggulah sebentar lagi.” Dokter kembali masuk ke dalam ruang operasi.
Seok Ho datang. “Baek Hyun.”
“Kenapa? Kenapa kau tidak memberitahu aku?” tanya Baek Hyun, menangis. “Bagaimana jika aku tidak bisa melihatnya lagi? Kenapa kau tidak memberitahu aku? Kenapa?”
“Maafkan aku.” kata Seok Ho.
“Apa karena jika aku tidak ikut ujian maka jumlah murid khusus akan berkurang?!” seru Baek Hyun.
Seok Ho diam.
“Yang ada dipikiranmu hanya mengirim kami ke Chun Ha, bukan?” seru Baek Hyun, menarik kerah kemeja Seok Ho. “Apakah seseorang mati atau tidak, apakah aku bisa melihat orang yang sangat penting untukku atau tidak, semuanya tidak ada di pikiranmu, bukan?!”
“Maafkan aku.” kata Seok Ho, tidak melawan sama sekali.
Baek Hyun menangis dan berlari pergi.
Soo Jung menemui mereka.
“Baek Hyun…” ujar Soo Jung.
Baek Hyun bergegas lari ke rumah sakit. “Apakah Nenek masih di ruang operasi?” tanyanya pada Ma Ri.
“Sepertinya sudah selesai.” jawab Ma Ri.
Beberapa saat kemudian dokter keluar. “Operasi berjalan lancar.” katanya. “Tapi karena penyakitnya sudah terlalu parah…”
“Apa? Lalu?” Baek Hyun menangis dan ketakutan.
“Tunggulah sebentar lagi.” Dokter kembali masuk ke dalam ruang operasi.
Seok Ho datang. “Baek Hyun.”
“Kenapa? Kenapa kau tidak memberitahu aku?” tanya Baek Hyun, menangis. “Bagaimana jika aku tidak bisa melihatnya lagi? Kenapa kau tidak memberitahu aku? Kenapa?”
“Maafkan aku.” kata Seok Ho.
“Apa karena jika aku tidak ikut ujian maka jumlah murid khusus akan berkurang?!” seru Baek Hyun.
Seok Ho diam.
“Yang ada dipikiranmu hanya mengirim kami ke Chun Ha, bukan?” seru Baek Hyun, menarik kerah kemeja Seok Ho. “Apakah seseorang mati atau tidak, apakah aku bisa melihat orang yang sangat penting untukku atau tidak, semuanya tidak ada di pikiranmu, bukan?!”
“Maafkan aku.” kata Seok Ho, tidak melawan sama sekali.
Baek Hyun menangis dan berlari pergi.
Baek Hyun duduk seorang diri. Teman-temannya hanya bisa melihat dari jauh.
Baek Hyun menemani Neneknya yang belum juga sadar. Seok Ho masuk.
“Saat masker oksigen dipakaikan padanya, walau dia sudah tidak sadarkan diri, mata Nenekmu memohon padaku.” kata Seok Ho lemah. “Jika… jika… jika ia tidak bisa melewati operasi, jika ia tahu bahwa kau tidak menyelesaikan ujianmu dan datang kemari, maka arwahnya tidak akan pergi dengan tenang. Kurasa, itulah yang akan membuatnya merasa sangat sedih. Maafkan aku…. Aku sungguh minta maaf.”
Baek Hyun diam, dan terus menangis.
“Aku tahu kau tidak akan memaafkan aku.” kata Seok Ho. “Tapi, aku tetap minta maaf.” Seok Ho meneteskan air matanya dan beranjak pergi.
“Mau kemana kau?” tanya Baek Hyun. “Jika kau memang merasa bersalah, maka kau harus menjagaku sampai akhir. Mau kemana kau?”
“Aku tidak pantas ada disini bersamamu dan nenekmu.” kata Seok Ho. “Aku akan berada di luar.”
“Jangan pergi!” seru Baek Hyun. “Aku takut… Aku takut pada kematian… Tolong tetaplah di sini bersamaku. Dengan begitu, aku tidak akan menjadi lemah. Dengan begitu, aku tidak akan jatuh. Tetaplah disini.”
Seok Ho menangis, dan meraih pundak Baek Hyun untuk menguatkannya.
“Saat masker oksigen dipakaikan padanya, walau dia sudah tidak sadarkan diri, mata Nenekmu memohon padaku.” kata Seok Ho lemah. “Jika… jika… jika ia tidak bisa melewati operasi, jika ia tahu bahwa kau tidak menyelesaikan ujianmu dan datang kemari, maka arwahnya tidak akan pergi dengan tenang. Kurasa, itulah yang akan membuatnya merasa sangat sedih. Maafkan aku…. Aku sungguh minta maaf.”
Baek Hyun diam, dan terus menangis.
“Aku tahu kau tidak akan memaafkan aku.” kata Seok Ho. “Tapi, aku tetap minta maaf.” Seok Ho meneteskan air matanya dan beranjak pergi.
“Mau kemana kau?” tanya Baek Hyun. “Jika kau memang merasa bersalah, maka kau harus menjagaku sampai akhir. Mau kemana kau?”
“Aku tidak pantas ada disini bersamamu dan nenekmu.” kata Seok Ho. “Aku akan berada di luar.”
“Jangan pergi!” seru Baek Hyun. “Aku takut… Aku takut pada kematian… Tolong tetaplah di sini bersamaku. Dengan begitu, aku tidak akan menjadi lemah. Dengan begitu, aku tidak akan jatuh. Tetaplah disini.”
Seok Ho menangis, dan meraih pundak Baek Hyun untuk menguatkannya.
Keempat murid kelas khusus, Ma Ri dan Soo Jung menunggui Nenek Baek Hyun di rumah sakit.
“Apakah kalian mengerjakan ujian dengan baik?” tanya Ma Ri.
Anak-anak tersenyum.
“Bagus sekali.” kata Ma Ri.
“Apakah kalian mengerjakan ujian dengan baik?” tanya Ma Ri.
Anak-anak tersenyum.
“Bagus sekali.” kata Ma Ri.
Sudah pukul 3 dini hari, mereka masih tetap berada di rumah sakit.
Nenek Baek Hyun akhirnya sadar.
“Nenek!” seru Baek Hyun lega.
“Apakah kau mengerjakan ujian dengan baik?” tanya Nenek.
“Ya, Nenek.” jawab Baek Hyun, tersenyum.
Seok Ho menarik napas lega.
Nenek Baek Hyun akhirnya sadar.
“Nenek!” seru Baek Hyun lega.
“Apakah kau mengerjakan ujian dengan baik?” tanya Nenek.
“Ya, Nenek.” jawab Baek Hyun, tersenyum.
Seok Ho menarik napas lega.
Anak-anak pulang ke rumah, kemudian pergi ke sekolah. Seok Ho membagikan nilai ujian mereka.
Anak-anak membuka kertas tersebut. Chan Doo, Pul Ip, dan Hyun Jung berteriak senang. Bong Goo menangis bahagia. Baek Hyun hanya diam.
“Jangan senang hanya karena hasil ini.” kata Seok Ho. “Kalian harus mempersiapkan untuk ujian essay. Kubilang jangan senang dulu.”
Tapi anak-anak tidak mendengarkannya dan terus melonjak-lonjak senang.
Seok Ho keluar dari ruang kelas itu dan tersenyum.
Anak-anak membuka kertas tersebut. Chan Doo, Pul Ip, dan Hyun Jung berteriak senang. Bong Goo menangis bahagia. Baek Hyun hanya diam.
“Jangan senang hanya karena hasil ini.” kata Seok Ho. “Kalian harus mempersiapkan untuk ujian essay. Kubilang jangan senang dulu.”
Tapi anak-anak tidak mendengarkannya dan terus melonjak-lonjak senang.
Seok Ho keluar dari ruang kelas itu dan tersenyum.
Guru-guru kelas khusus mewawancarai anak-anak.
“Aku ingin mengambil major Kedokteran Hewan.” kata Bong Goo.
“Aku ingin mengambil major Kedokteran Hewan.” kata Bong Goo.
“Aku ingin belajar tentang Ilmu Kehidupan.” kata Pul Ip.
“Aku ingin belajar mengenai Fashion.” kata Hyun Jung.
“Aku belum menentukan dibidang apa aku ingin belajar.” kata Chan Doo. Guru Lee menatapnya tajam. “Kenapa?” tanya Chan Doo takut, melihat pandangan mata Guru Lee.
“Bukankah aku sudah mengatakan agar kau mendengarkan kata hatimu?” tanya Guru Lee, tersenyum.
“Bukankah aku sudah mengatakan agar kau mendengarkan kata hatimu?” tanya Guru Lee, tersenyum.
“Aku masih berpikir.” kata Baek Hyun
“Berpikirlah mengenai apa yang membuatmu bahagia.” kata Soo Jung menyarankan.
“Ada sesuatu yang aku inginkan ketika masih kecil. Tapi kurasa itu mustahil untuk dicapai.” kata Baek Hyun. Baek Hyun ragu sesaat, kemudian menoleh ke jendela, melihat Seok Ho.
“Apapun itu, aku akan mendukungmu.” kata Soo Jung.
“Berpikirlah mengenai apa yang membuatmu bahagia.” kata Soo Jung menyarankan.
“Ada sesuatu yang aku inginkan ketika masih kecil. Tapi kurasa itu mustahil untuk dicapai.” kata Baek Hyun. Baek Hyun ragu sesaat, kemudian menoleh ke jendela, melihat Seok Ho.
“Apapun itu, aku akan mendukungmu.” kata Soo Jung.
Malam itu, Chan Doo berjalan-jalan di kota dan melihat panggung dance.
Ia maju dan ikut bergabung.
Ia maju dan ikut bergabung.
Hari natal. Murid-murid kelas khusus mempersiapkan ujian essay di sekolah. Setelah itu, mereka makan bersama untuk merayakan natal.
Hari Pengumuman Ujian Masuk Universitas Chun Ha Tahap 1.
Anak-anak duduk di depan komputer dan bersiap melihat hasil ujian.
Hati mereka sangat berdebar dan tidak berani melihat ke layar. Mereka membuka mata perlahan-lahan.
Bong Goo bahkan meminta seorang temannya untuk melihatkan untuk hasilnya. Teman Bong Goo mengernyit. Bong Goo ketakutan. Ia menguatkan dirinya untuk melihat ke layar komputer.
Mereka semua terkejut.
“Nenek..” gumam Baek Hyun, meneteskan air mata.
Anak-anak duduk di depan komputer dan bersiap melihat hasil ujian.
Hati mereka sangat berdebar dan tidak berani melihat ke layar. Mereka membuka mata perlahan-lahan.
Bong Goo bahkan meminta seorang temannya untuk melihatkan untuk hasilnya. Teman Bong Goo mengernyit. Bong Goo ketakutan. Ia menguatkan dirinya untuk melihat ke layar komputer.
Mereka semua terkejut.
“Nenek..” gumam Baek Hyun, meneteskan air mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar